Selasa, 22 Desember 2009

Mengapa babi diharamkan


Sebelum Anda berpusing-pusing ria mendalami artikel “bahaya babi blah blah blah” ini, cobalah kalau bisa, Anda mengadakan eksperimen kecil tentang bahaya daging babi di rumah. Di YouTube, Anda bisa menemukan seabrek-abrek video eksperimen ini (eksperimennya sama) dengan mengetik kata kunci di kotak Search : “why muslim don’t eat pork”. Eksperimennya sangat mudah dan sederhana :

1. Daging babi ditaruh di atas loyang, lalu dituangi Coca Cola sampai terendam benar (kebetulan daging babi di gambar adalah daging asal supermarket)
2. Biarkan selama 2 jam di suhu ruang
3. Anda akan melihat banyaknya cacing yang menggeliat-geliat muncul dari dalam daging babi itu.










Gambar satu lagi di bawah ini adalah yang terekam sebuah kamera khusus mengenai keadaan daging babi masak saat masuk ke lambung manusia. Pada foto ditunjukkan cacing-cacing yang langsung keluar dari daging babi masak (yang berwarna pink itu) dan beramai-ramai merayapi dinding-dinding lambung. Cairan hijau pada foto di bawahnya lagi adalah asam lambung. Ironisnya, asam lambung (yang bertugas membunuh bakteri yang masuk bersama makanan), nampaknya tidak berpengaruh banyak terhadap cacing-cacing yang merayap ini.



Ulama-ulama Islam menetapkan, berdasarkan dalil ayat-ayat Al Qur’an, yaitu : bahwa asal sesuatu yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali karena ada nas yang sah dan tegas dari syari’ (yang berwenang membuat hukum itu sendiri, yaitu Allah dan Rasul) yang mengharamkannya. Kalau tidak ada nas yang sah, misalnya karena ada sebagian Hadis lemah atau tidak ada nas yang tegas (sharih) yang menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap sebagaimana asalnya, yaitu mubah.

Khusus mengenai binatang-binatang yang diharamkan untuk dimakan oleh umat Islam, telah disebutkan dalam Al Qur’an surat Al-Maidah ayat 3. Firman Allah:

“Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas kecuali yang dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al-Maidah: 3)


Secara umum binatang yang diharamkan itu ada empat macam (No.1-4), dan kalau diperinci menjadi sepuluh macam:

  1. Pertama kali haramnya makanan yang disebut oleh ayat Al-Quran ialah bangkai, yaitu binatang yang mati dengan sendirinya tanpa ada suatu usaha manusia yang memang sengaja disembelih atau dengan berburu.
  2. Makanan kedua yang diharamkan ialah darah yang mengalir. Ibnu Abbas pernah ditanya tentang limpa, maka jawab beliau: Makanlah! Orang-orang kemudian berkata: Itu kan darah. Maka jawab Ibnu Abbas: Darah yang diharamkan atas kamu hanyalah darah yang mengalir.
  3. Yang ketiga ialah daging babi (akan dijelaskan lebih lanjut).
  4. Yang keempat ialah binatang yang disembelih bukan karena Allah, yaitu binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, misalnya nama berhala. Kaum penyembah berhala (watsaniyyin) dahulu apabila hendak menyembelih binatang, mereka sebut nama-nama berhala mereka seperti Laata dan Uzza. Ini berarti suatu taqarrub kepada selain Allah dan menyembah kepada selain asma’ Allah yang Maha Besar.
  5. AlMunkhaniqah (َالْمُنْخَنِقَةُ), yaitu binatang yang mati karena dicekik, baik dengan cara menghimpit leher binatang tersebut ataupun meletakkan kepala binatang pada tempat yang sempit dan sebagainya sehingga binatang tersebut mati.
  6. Al-Mauqudzah (الْمَوْقُوذَةُ), yaitu binatang yang mati karena dipukul dengan tongkat dan sebagainya.
  7. Al-Mutaraddiyah (الْمُتَرَدِّيَةُ), yaitu binatang yang jatuh dari tempat yang tinggi sehingga mati. Yang seperti ini ialah binatang yang jatuh dalam sumur.
  8. An-Nathihah (النَّطِيحَة), yaitu binatang yang baku hantam antara satu dengan lain, sehingga mati.
  9. Maa akalas sabu (وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ), yaitu binatang yang disergap oleh binatang buas dengan dimakan sebahagian dagingnya sehingga mati.
    Sesudah menyebutkan lima macam binatang (No. 5 sampai dengan 9) ini kemudian Allah menyatakan “Kecuali binatang yang kamu sembelih,( إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ)” yakni apabila binatang-binatang tersebut kamu dapati masih hidup, maka sembelihlah. Jadi binatang-binatang tersebut menjadi halal kalau kamu sembelih. Untuk mengetahui kebenaran apa yang telah disebutkan di atas tentang halalnya binatang tersebut kalau masih ada sisa umur, yaitu cukup dengan memperhatikan apa yang dikatakan oleh Ali r,a. Kata Ali: “Kalau kamu masih sempat menyembelih binatang-binatang yang jatuh dari atas, yang dipukul dan yang berbaku hantam itu…, karena masih bergerak (kaki muka) atau kakinya, maka makanlah.” Dan kata Dhahhak: “Orang-orang jahiliah dahulu pernah makan binatang-binatang tersebut, kemudian Allah mengharamkannya kecuali kalau sempat disembelih. Jika dijumpai binatang-binatang tersebut masih bergerak kakinya, ekornya atau kerlingan matanya dan kemudian sempat disembelih, maka halallah dia.
  10. Binatang yang disembelih untuk berhala (maa dzubiha alan nusub). Nushub sama dengan Manshub artinya: yang ditegakkan. Maksudnya yaitu berhala atau batu yang ditegakkan sebagai tanda suatu penyembahan selain Allah.

Khusus mengenai binatang babi, tidak hanya daging babi-nya saja yang diharamkan untuk dimakan, akan tetapi semua jenis babi baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina, dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya adalah haram. Tentang keharamannya ini, telah ditandaskan dalam al-Qur’an, hadits dan ijma’ ulama diantaranya ada di QS. Al-Maidah: 3, QS. Al Baqoroh: 173, QS. Al An `Aam: 145 dan QS. An Nahl: 115. Bahkan tidak sampai disitu, akan tetapi sesuatu yang berhubungan dengan babi (misalnya: bekerja di peternakan babi, menjadi sopir yang mengangkut babi) maka uang yang didapat dari pekerjaan nya itu juga haram. Hal ini diperjelas oleh Prof. Dr. KH. Said Aqil Sirojd (Ketua PBNU) saat menjawab pertanyaan rekan BMI di Taipei beberapa minggu lalu.

Hal diatas juga diterangkan dalam sebuah hadist, Jabir mendengar Rasululloh saw. bersabda; “Sesungguhnya Allah dan Rosul-Nya mengharamkan menjual arak, bangkai, babi dan berhala. Lalu ada yang berkata; ya Rasululloh bagaimana dengan lemaknya bangkai, sebab lemak itu digunakan untuk mengecat perahu, untuk mengolesi kulit dan gunakan sebagai pelita? Beliau menjawab; tidak, lemak itu haram. Lalu Rasululloh saw. bersabda; “Allah telah memerangi Yahudi, sesungguhnya Allah setelah mengharamkan lemak bangkai, mereka justru mencairkan lalu menjualnya, dan kemudian memakan harganya”, HR. Bukhori. Dari Ibn ‘Abbas bahwa Nabi saw. bersabda; ”Sesungguhnya Allah telah mengharamkan terhadap mereka lemak, lalu mereka menjual dan memakan harganya. Sesungguhnya Allah ketika mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu, maka pada saat yang sama Allah mengharamkan harganya”.

Dari uraian diatas, sudah sangat jelaslah kenapa babi diharamkan, yaitu karena Allah SWT telah mengharamkannya. Selain itu, Rasulullah SAW juga telah menegaskan banyaknya temuan-temuan scientific (ilmiah), medis, maupun realita di lapangan mengenai besarnya madhorot daging babi. Di bawah ini adalah fakta-fakta dari binatang babi yang membuat seseorang harus menjauhi babi dan mengharamkan daging babi untuk dimakan, yaitu:

  1. Babi adalah binatang yang paling jorok dan kotor; sangat suka berada pada tempat yang kotor, dan tidak suka berada di tempat yang bersih dan kering.
  2. Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan lain;
    - Ia memakan semua yang bisa dimakan di hadapannya. Memakan kotoran apa pun di depannya, entah kotoran manusia, hewan atau tumbuhan, bahkan memakan kotorannya sendiri, hingga tidak ada lagi yang bisa dimakan di hadapannya.
    - Jika perutnya telah penuh atau makanannya telah habis, ia akan memuntahkan isi perutnya dan memakannya lagi, untuk memuaskan kerakusannya. Ia tidak akan berhenti makan, bahkan memakan muntahannya.
    - Kadang ia mengencingi kotorannya dan memakannya jika berada di hadapannya, kemudian memakannya kembali.
    - Ia memakan sampah, busuk-busukan, & kotoran hewan
    - Ia adalah hewan mamalia satu-satunya yang memakan tanah, memakannya dalam jumlah besar & dalam waktu lama, jika dibiarkan.
  3. Babi banyak punya tabiat yang tidak baik
    - Pemalas dan tidak suka bekerja (mencari pakan).
    - Tidak tahan terhadap sinar matahari.
    - Tidak gesit, tapi makannya rakus (lebih suka makan dan tidur), bahkan paling rakus di antara hewan jinak lainnya.
    - Jika tambah umur, jadi makin malas & lemah (tidak berhasrat menerkam dan membela diri).
    - Suka dengan sejenis dan tidak pencemburu.
  4. Daging babi sering berbau pesing, hal ini disebabkan karena praeputium babi sering bocor, sehingga urine babi merembes ke daging.
  5. Babi banyak mengandung parasit, bakteri, bahkan virus yang berbahaya, sehingga dikatakan sebagai Reservoir Penyakit, seperti : Virus Encephalitis, Virus Ebola, Virus H5N1, cacing pita, dll.
  6. Daging babi adalah daging yang sangat sulit dicerna karena banyak mengandung lemak. Meskipun empuk dan terlihat begitu enak dan lezat, namun daging babi
    sulit dicerna.
  7. Daging babi menyebabkan banyak penyakit : pengerasan pada urat nadi, naiknya tekanan darah, nyeri dada yang mencekam (angina pectoris) , dan radang pada sendi-sendi.

Selain fakta diatas, kita juga bisa mencoba menyaksikannya sendiri; bila dalam 1 kandang diisi 2 (dua) ekor babi jantan dan 1 (satu) ekor babi betina, apakah yang terjadi pada kandang tersebut? Pada kandang tersebut, ternyata 2 (dua) ekor babi jantan tidak berkelahi untuk memperebutkan 1 (satu) ekor babi betina, tetapi yang terjadi adalah 2 (dua) ekor babi jantan tersebut malahan menyetubuhi secara beramai-ramai 1 (satu) ekor babi betina tersebut dan juga terjadi hubungan homoseksual antara kedua ekor babi jantan setelah selesai dengan si betina. Hal inilah yang jelas-jelas bertentangan dengan fitrah umat manusia. Inilah kenapa daging babi diharamkan untuk dimakan, salah satunya adalah agar umat Islam tidak akan mempunyai sifat dan karateristik seperti binatang babi ini.

Sebagaimana kita ketahui, tinggal di luar negeri seperti di Taiwan ini, kita sulit menghindar dari daging babi, sehingga diperlukan usaha keras untuk menghindari binatang yang diharamkan ini dari diri kita. Marilah kita berhati-hati terhadap setiap makanan yang kita santap, apalagi sampai masuk kedalam tubuh anak dan keluarga kita.

Ketahuilah bahwa dalam jasad ada segumpal daging, jika ia baik maka seluruh jasad menjadi baik, tetapi jika ia rusak maka seluruh jasad akan menjadi rusak, ketahuilah segumpal daging itu adalah qolb (hati). (HR. Bukhari Muslim).

Wallahu a’lam bishshawab.

KELEMAHAN MANUSIA DAN SISTEMNYA

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalamu'alaikum wr wbr.  KELEMAHAN MANUSIA DAN SISTEMNYA Ahmad Sudirman XaarJet Stockholm - SWEDIA.  Jawaban untuk saudara Mohammad Afdal Rezki, [EMAIL PROTECTED]  TIDAK AKAN ADA MANUSIA SESEMPURNA RASULULLAH  M. AFDAL: Yth Bapak Ahmad Sudirman, Pertama tama saya menyatakan kekaguman atas pengetahuan Anda yang sangat mendalam mengenai agama Islam. Tetapi izinkanlah saya mengutarakan beberapa pertanyaan.  Mengenai negara yang berdasarkan khilafah Islam: dengan telah wafatnya Rasulullah, apakah mungkin ada manusia biasa baik yang ada sekarang maupun yang akan lahir di masa mendatang yang dapat menyamai tingkat kesempurnaan Rasulullah?  Seorang manusia biasa tidak mungkin luput dari kelemahan kelemahan manusiawi. Oleh karena itu bagaimana caranya agar dapat menemukan seorang manusia biasa yang dapat mendirikan dan menjalankan suatu negara Islam yang 100% sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah?  AHMAD: Sampai dunia kiamatpun tidak akan ada manusia yang bisa menyamai kesempurnaan Rasulullah. Masalahnya bukan ada tidaknya manusia yang bisa menyamai Rasulullah, melainkan adakah manusia yang berusaha dengan kemampuannya mengangkat, menerapakan, melaksanakan dan mengawasi hukum-hukum yang telah diturunkan Allah dan dicontohkan Rasul-Nya.  Sepeninggal Rasulullah, kaum muslimin mendapat dua pegangan, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul. Dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul itulah yang akan menjadi pedoman dan petunjuk kaum muslimin dalam usaha membangun persatuan dengan berlandaskan kepada keadilan, amanah dan perdamaian dengan tujuan untuk beribadah, bertaqwa dan mencari ridha Allah swt.  Jadi selama manusia memegang keduanya, maka selama itu akan didapatkan manusia-manusia yang mampu dengan izin Allah swt untuk membina aqidah dengan menghormati agama lain dan menggalang ukhuwah Islam dalam rangka membangun satu ummah yang terdiri dari kaum muslim dan non muslim.  KELEMAHAN MANUSIA DAN SISTEMNYA  M. AFDAL: Menurut pengamatan kami atas sejarah kekhalifahan tampaknya runtuhnya kejayaan negara Islam adalah lebih diakibatkan kelemahan manusia dan sistemnya, bukan dari konsep teologisnya Islam itu sendiri.  Kami kira tidak salah jika kami berpendapat bahwa Undang-undang Madinah tampaknya hanya dapat berjalan dibawah kepemimpinan Rasulullah pribadi.  Ini membuktikan kebesaran Rasulullah, tapi juga pada saat yang bersamaan menunjukkan bahwa kelemahan manusia biasa selain Rasulullah yang pastinya tetap akan menjadi kendala.  Disinilah inti perbedaan pendekatan Barat yang sangat khawatir atas kelemahan manusianya itu dan oleh karenanya upaya pertamanya ialah membatasi kekuasaan dan kewenangan manusianya melaui suatu sistem hukum. Apapun dalihnya, selama kelemahan manusianya tidak diidentifikasi dan diusahakan pembatasannya maka niscaya pemimpin masyarakatnya akan lebih mudah terjerumus semata-mata diakibatkan  kelemahan manusia ini.  AHMAD: Manusia memang bersifah lemah, salah dan tidak terlepas dari dosa. Karena itulah Allah menurunkan petunjuk dan pembimbing melalui Rasul-Nya untuk disampaikan kepada ummat manusia yang ingin sampai kepada Tuhannya.  Manusia, apakah itu dibawah Daulah Islam Rasulullah atau didalam Daulah Sekuler, selama itu namanya manusia, maka manusia tidak terlepas dari kesalahan dan kelemahan.  Nah, permasalahannya adalah bagaimana mengurangi dan membatasi kelemahan manusia itu? Sudah barang tentu tergantung dari mana kita melihat. Kalau melihat dari sudut pandang sekularisme yang menjadikan moral, etika, norma, aturan bukan berdasarkan nilai-nilai agama, maka hasil pemikiran manusia atau sekelompok manusia yang dianggap standar moral, etika, aturan. Dalam hubungan ketatanegaraan, menurut pandangan sekularisme usaha untuk membatasi kelemahan manusia adalah dengan dibaginya tugas manusia dalam bentuk tiga lembaga, legislatif, eksekutif dan yudikatif.  Sedangkan kalau melihat dari sudut pandang agama, maka hasil pemikiran manusia yang rekatif dan nisbi sifatnya tidak cukup tanpa ditunjang dan dibimbing oleh nilai-nilai yang datang dari Tuhan melalui Rasul-Nya, misalnya dari Islam adalah nilai, aturan, hukum yang telah terdapat dalam Al Quran dan Sunnah.  Adapun dalam hubungan dengan ketatanegaraan, menurut pandangan Daulah Islam Rasulullah tidak ada lembaga yang tugasnya sebagai pembuat dan mencipta undang-undang, yang ada adalah lembaga pengangkat, pelaksana dan pengawas undang undang. Karena itu dalam Islam tidak ada lembaga legislatif seperti dalam trias politika.  TIDAK ADA LEMBAGA LEGISLATIF DALAM DIR  M. AFDAL: Contoh pembatasan kewenangan atas kekuasaan karena kekhawatiran atas kelemahan manusia telah dirumuskan dan diterapkan lembaganya sebagai contoh singkat dalam Pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif (Trias Politica). Bagaimana konsep dan mekanismenya yang ekivalen, atau alternatifnya yang setara, menurut agama Islam? Siapa yang telah menjalankannya selain Rasulullah dan bagaimana kinerja negara atau masyarakat tersebut?  Sistem hukum yang tegas dan berwibawa dan berkembang sesuai rasa keadilan masyarakat relatif pada saat itu, tidak dogmatis dan absolut. Negara Islam manakah yang telah dapat membuktikan bahwa sistem hukumnya benar benar dapat ditegakkan dengan tanpa pandang bulu, transparan dan adil serta dapat dinilai secara komparatif dengan data?  AHMAD: Satu hal yang mendasar yang menjadi dasar perbedaan antara sistem trias politika dengan sistem DIR adalah dalam hal kedaulatan. Menurut sistem trias politika rakyat adalah yang berdaulat sebagaimana ditekankan dalam sistem demokrasi.  Sedangkan dalam DIR kedaulatan ada ditangan Allah, artinya segala perkara dikembalikan kepada Al Quran dan Sunnah sebagai sumber hukum yang tertinggi yang telah diciptakan Allah swt dan diturunkan melalui Rasul-Nya.  Jadi yang ada dalam sistem pemerintahan DIR adalah Khalifah yang merupakan pemimpin eksekutif yang mempunyai tugas untuk mengangkat, menerapkan, melaksnakan undang-undang yang telah ditetapkan dalam Al Quran dan Sunnah.  Badan Peradilan hukum Islam yang tugasnya memeriksa dan mengadili serta menjatuhkan hukuman kepada yang bersalah setelah melalui proses pengadilan yang adil menurut apa yang telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.  Adapun lembaga majelis syura adalah merupakan badan musyawarah yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil rakyat yang mempunyai berbagai keakhlian dalam berbagai bidang dan mempunyai pengetahuan tentang Islam. Tugasnya anggota badan majelis syura ini adalah bukan membuat dan menetapkan undang-undang melalui suara mayoritas, melainkan memusyawarahkan permasalahan-permasalahan yang timbul dan yang akan timbul ditunjang dengan bagaimana untuk mengatasinya dan bagaimana untuk mengaturnya berdasarkan hukum-hukum yang dibolehkan menurut Islam.  Seandainya untuk menetapkan hukumnya dalam suatu masalah ternyata tidak ada dalam Al Quran dan Sunnah, maka diambil ijma atau kesepakatan para ulama dalam masalah tersebut yang ditunjang oleh dalil-dalil Quran dan Sunnah. Seandainya tidak ada dalam ijmanya, maka dilihat dari qiasnya. Apabila qiasnyapun tidak ada, maka dilakukan ijtihad. Nah, seandainya dalam hasil ijtihad ini timbul berbagai macam pemikiran hasil ijtihadnya, jalan keluarnya adalah Khalifah yang memutuskan ijtihad mana yang akan diterapkan di Daulah Islam Rasulullah. Jadi bukan mengadakan pemungutan suara, apabila timbul berbagai hasil ijtihad yang tidak mencapai kesepakatan musyawarah.  Nah sekarang, adakah negara yang mengatasnamakan "negara Islam" telah "membuktikan bahwa sistem hukumnya benar benar dapat ditegakkan dengan tanpa pandang bulu, transparan dan adil serta dapat dinilai secara komparatif dengan data?"  Jawabannya adalah, justru karena negara yang mayoritas penduduknya kaum muslimin tidak konsekwen dengan hukum-hukum Islamnya diterapkan dalam negaranya. Yang ada adalah hukum-hukum yang berlaku hasil pembahasan bersama dalam lembaga legislatif yang ditetapkan melalui pemungutan suara, bukan dirujukan secara penuh kepada Quran dan Sunnah. Dari mulai Mesir, Irak, Libya, Maroko, Tunisia, Aljazair, Syria, UAE, Saudir, Pakistan masih mengambil keputusan undang-undangnya melalui lembaga legislatif yang mempunyai fungsi membentuk undang undang, yang justru bertentangan dengan apa yang telah diajarkan Islam dengan kedaulatan ada ditangan Allah, artinya segala sesuatu bersumberkan dari Al Quran dan Sunnah.  Jadi, selama tetap tidak menerapkan sistem pemerintahan DIR secara menyeluruh yang mempunyai sumber hukum yang tertinggi Al Quran dan Sunnah didalam negara yang mengatasnamakan "negara Islam", maka selama itu pelaksanaan hukum yang benar benar dapat "ditegakkan dengan tanpa pandang bulu, transparan dan adil serta dapat dinilai secara komparatif dengan data" mengalami kepincangan-kepincangan.  KEADILAN MENURUT ISLAM DAN MENURUT KONSEP DEMOKRASI  M. AFDAL: Di sini yang saya lihat perbedaan utama titik berangkatnya: masyarakat yang adil dapat dicapai, menurut  konsep Islam dengan berupaya mencapai kesempurnaan Illahi. Sedangkan konsep demokrasi versi Barat hal tersebut dicapai dengan pengendalian kelemahan manusia dan menjunjung tinggi hak asasi manusia melalui sistem hukum yang andal dan tegar. Konsep kesempurnaan Illahi memang sangat mengena dalam argumentasi mencari kebenaran tetapi masalahnya apakah selama kebenaran mutlak semata dapat berjalan dengan baik dalam penerapannya di masyarakat sehari hari? Although the concept is right but would it work well in practice?  AHMAD: Disinilah yang telah dicontohkan Rasulullah, dimana dasar yang utama dalam membangun ummat atau masyarakat adalah aqidah Islam. Dengan bekal aqidah inilah merupakan sumber manusia yang akan mengisi, menjalankan dan mengawasi hukum, aturan, nilai, norma, kaedah yang telah diturunkan Tuhan melalui Rasul-Nya.  Jadi, contoh Rasulullah adalah, pertama, membina aqidah Islam kaum muslimin. Kedua, membangun masyarakat dalam satu ikatan ukhuwah Islam. Ketiga melakukan hijrah setelah ada perintah untuk hijrah dari Allah. Keempat, mengadakan perjanjian pertahanan bersama dengan kelompk lain (kelompok Yahudi yang ada di Yatsrib). Kelima, membangun Daulah Islam Rasulullah dengan segala perangkatnya untuk menjadi pelindung masyarakat muslim dan non muslim dari gangguan dan ancaman kelompok lain yang memusuhi dan mendeklarasikan perang terhadap kaum muslimin dan Daulah Islam Rasulullah, dan sebagai tempat dan wadah untuk mengangkat, menerapkan, melaksanakan dan mengawasi hukum-hukum Allah. Keenam, jihad, yaitu mempertahankan aqidah Islam, kaum muslimin dan non muslim, hak milik rakyat DIR.  Karena itu masyarakat yang timbul di Daulah Islam Rasulullah adalah masyarakat yang sudah memperoleh pembinaan aqidah Islam selama lebih kurang 13 tahun di Mekah yang merupakan sumber manusia sebagai pengangkat, penerap, pelaksana dan pengawas hukum yang adil.  Jadi membangun kembali DIR, bukan hanya memproklamasikan berdirinya DIR saja, tanpa dipersiapkan rakyatnya yang akan mengisi, mengangkat, menjalankan dan mengawasi hukum-hukum Islam dengan aqidah Islam. Kalau itu yang terjadi, tidak ada bedanya dengan orang yang tukar baju saja. Bajunya lain, orangnya sama.  Sedangkan masyarakat yang adil yang bisa dicapai menurut "konsep demokrasi versi Barat hal tersebut dicapai dengan pengendalian kelemahan manusia dan menjunjung tinggi hak asasi manusia melalui sistem hukum yang andal dan tegar".  Nah, justru disinilah kelamahan hukum yang walaupun bisa "diandalkan dan tegar" namanya, tetapi justru nisbi dan relatif sifatnya, karena memang setiap hukum yang dibuat dan diciptakan oleh setiap negara, ternyata ada banyak kelainannya. Misalnya, dalam masalah bagaimana menghukum orang-orang yang melakukan tindakan kejahatan pembunuhan. Di Amerika, setiap yang melakukan pembunuhan dan ternyata terbukti kesalahannya, maka hukumannya adalah hukuman mati. Sedangkan, di sebagian negara lainnya, adalah hukumannya tidak sampai dengan hukum mati. Selanjutnya, dalam masalah kejahatan penjualan narkotika. Di Singapura, Thailand, Malaysia yang terbukti menjual, menyelundupkan dan memiliki narkotika, hukumannya digantung atau ditembak atau disuntik mati. Sedangkan di Swedia, paling lama dijatuhi hukuman lima tahun.  Jadi sebenarnya masyarakat yang adil yang bisa dicapai menurut "konsep demokrasi versi Barat hal tersebut dicapai dengan pengendalian kelemahan manusia dan menjunjung tinggi hak asasi manusia melalui sistem hukum yang andal dan tegar" adalah ternyata seperti fatamorgana. Karena setiap negara berbeda dalam menafsirkan keadilan, hak asasi manusia dan kejahatan pidana.  M. AFDAL: Benarkah bahwa dalam agama Islam hanya dikenal konsep ummat Islam bukan negara Islam. Pemimpin negara konsekuensinya tidak dikenal, tetapi yang ada ialah pemimpin ummat. Bukankah ini yang menjadikan perbedaan mendasar terhadap konsep ketatanegaraan sekuler?  AHMAD: Rasulullah telah mencontohkan bahwa untuk membangun satu masyarakat muslim dan non muslim adalah perlu adanya lembaga kenegaraan untuk mengangkat, menerapakan, melaksanakan dan mengawasi hukum-hukum. Hukum-hukum yang ada dalam Islam tidak bisa diterapkan dan dilaksanakan dan diawasi pelaksanaannya tanpa adanya lembaga negera yang mendasarkan konstitusinya kepada Al Quran dan Sunnah.  Jadi, tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa agama Islam hanya mengenal konsep ummat Islam dan pemimpin kenegaraan tidak dikenal, justru sebaliknya, yang diajarkan dan dicontohkan Rasulullah adalam membangun ummat dalam satu daulah yang pemimpinnya langsung dipegang oleh Rasulullah yang seterusnya dikembangkan dan diperluas oleh Khulafaur Rasyidin.  M. AFDAL: Apa saja hak hak kewarganegaraan ummat Islam itu dan dimana keunggulannya terhadap konsep kewarganegaraan sekuler ala Barat?  AHMAD: Dalam menilai suatu konsep yang mempunyai dasar yang berlainan adalah akan sulit dilakukan. Mengapa? Karena tidak mungkin konsepsi hak kewarganegaraan yang berdasarkan sekularisme dibandingkan dengan hak kewarganegaraan berdasarkan Islam. Yang paling bijaksana dalam menilai konsepsi hak-hak kewarganegaraan yang berbeda dasar dan sistem yang dipakainya adalah bukan membandingkan keunggulannya, (karena memang berbeda antara sistem sekularisme dengan sistem Islam), melainkan harus melihat dari masing-masing sudut dan mengambil kesimpulan berdasarkan sudut pandang itu. Sebab kalau memberikan penilaian dari satu sudut pandang saja, maka jelas dari pihak yang sebelahnya tidak akan menerima pandangan dan kritikan dari pihak lainnya, begitu juga sebaliknya.  M. AFDAL: Bagaimana posisi non-Muslim dalam kepemerintahan suatu negara Islam? Dapatkah non-Muslim memperoleh peranan kepemimpinan dalam pemerintahan Islam seperti halnya seorang Muslim dapat menjadi anggota parlemen di Inggris, misalnya? Ataukah non-Muslim di negara Islam harus cukup puas dengan perlindungan keselamatan fisik dengan membayar sejenis pajak khusus tetapi tanpa memiliki perwakilan yang setara dalam pemerintahan?  AHMAD: Dalam majelis syura anggotanya terdiri dari berbagai utusan rakyat yang mempunyai keakhlian dalam bidangnya masing-masing. Karena Majelis Syura adalah bukan lembaga pembuat hukum, melainkan suatu lembaga musyawarah, maka anggotanya yang dari non muslim bisa masuk didalamnya. Untuk membicarakan dan memusyawarahkan kepentingan dari golongan agamanya.  M. AFDAL: Apakah Daulah Madinah menjabarkan rinci pengaturannya? Apakah kasus kasus hukum Islam dan undang undangnya terkodifikasi dengan sistematis. Di negara Islam mana yang dapat kita pelajari dan dapat kita contoh penerapan hukum Islamnya?  AHMAD: Dalam Undang Undang Madinah telah diatur secara garis besarnya bagaimana untuk mengatur dan menyelesaikan kehidupan masyarakat Daulah Islam Rasulullah. Karena selama Rasulullah saw hidup sampai wafatnya, Al Quran terus diturunkan kepadanya, yang memuat berbagai peraturan dan hukum, dari mulai hukum waris sampai hukum perang dan qishas. Dimana hukum-hukum Islam telah banyak di tulis dalam buku-buku Fiqh Islam yang banyak dipelajari oleh kaum muslimin di seluruh dunia.  Yang justru menjadi permasalahan sekarang adalah walaupun hukum-hukum Islam itu telah jelas dan banyak ditulis dalam buku-buku fiqh Islam, tetapi karena belum adanya Daulah Islam Rasulullah yang merupakan tempat dan sarana untuk mengangkat, menerapkan, menjalankan dan mengawasi hukum-hukum itu, maka hukum-hukum Islam yang sudah terkodifikasi dengan sistematis itu tidak bisa terlaksana.  KEPEMIMPINAN SEKULER TIDAK BERDASARKAN AGAMA KRISTEN PROTESTAN  M. AFDAL: Mengapa Bapak Achmad tinggal menetap di suatu negara sekuler yang berdasarkan agama Kristen Protestan? Apakah Bapak secara implisit telah setuju bahwa kemakmuran, keadilan dan keterjaminan keamanan yang terbaik (baik bagi Muslim maupun non-Muslim) pada saat ini di dunia adalah dibawah kepemimpinan sekuler yang berdasarkan agama Kristen Protestan? Betul Bapak telah menyatakan bahwa lebih dari 3% penduduk di Swedia beragama Islam dan mereka merasa aman, makmur dan bebas menjalankan ibadah Islam sebab hak hak asasi manusia mereka dijamin secara tegar oleh hukum sekuler yang notabene tidak berdasarkan hukum Islam.  Ironis sekali bukan?  AHMAD: Negara Swedia adalah negara sekuler. Agama Protestan tidak mempengaruhi jalannya politik, pemerintahan dan kerajaan Swedia. Agama Protestan hidup diluar sistem pemerintahan dan kerajaan Swedia. Gereja hanyalah tempat beribadah setiap hari minggu. Tidak ada peraturan, hukum yang dibuat oleh Pemerintahan Swedia, sepengetahuan saya yang dasarnya diambil dari hukum agama Protestan. Memang ada partai politik yang namanay partai Kristen Demokrasi, tetapi program-programnya tidak ada bedanya dengan partai-partai sekuler lainnya. Jadi, agama Protestan tidak dijadikan sebagai dasar pemerintahan Kerajaan Swedia.  Kebebasan yang didapati oleh para penganut agama lain adalah bukan disebabkan oleh karena dasar agama Protestan, melainkan karena peraturan yang dibuat berdasarkan paham sekularisme yang tidak mendasarkan kepada nilai agama. Jadi silahkan mau menjalankan atau tidak menjalankan ajaran agamanya masing-masing, negara tidak ikut campur. Agama tidak bisa dicampurkan kedalam politik, pemerintahan dan negara.  Selama penganut agama tidak menerapkan nilai-nilai agamanya kedalam politik, pemerintahan dan negara, selama itu diperoleh kebebasan. Tetapi begitu menuntut supaya diberlakukan penerapan hukum agama, misalnya dibolehkan memakai tutup kepala bagi perempuan muslimah dalam suatu perusahaan atau dikantor, maka langsung keluar peraturan tata-tertib di perusahaan dan tata-tertib di kantor yang tidak membolehkan penerapan-penerapan nilai agama dalam kehidupan di kantor dan perusahaan.  PULANG KE INDONESIA  M. AFDAL: Seandainya Bapak tidak setuju atas keunggulan sistem hukum sekuler, apakah Bapak tidak merasa terpanggil kembali ke Indonesia untuk lebih banyak menyumbangkan tenaga dan pikiran Bapak dalam mendirikan masyarakat yang sesuai dengan prinsip Daulah Madinah yang Bapak junjung tinggi itu?  AHMAD: Insya Allah kalau sudah waktunya dan dengan izin Allah, saya akan kembali ke tanah air, bumi Allah.  PRINSIP MASYARAKAT PROTESTAN DITERAPKAN DALAM KEHIDUPAN TETAPI TIDAK DIJADIKAN SEMBAGAI SUMBER HUKUM NEGARA  M. AFDAL: Walaupun saya bukan Protestan, bagi saya telah terbukti bahwa prinsip masyarakat Protestan seperti yang diterapkan antara lain di Amerika Serikat, Jerman, Belanda, negara-negara Skandinavia selama ini berhasil mengungguli prestasi dan kinerja masyarakat masyarakat yang berdasarkan agama lain dalam hampir semua bidang, seperti misalnya kebebasan beragama, keterlidungan hak-hak asasi manusia, pemasyarakatan pendidikan dan kesehatan secara merata, perkembangan seni dan budaya, kemajuan teknologi, dll.   Pada saat yang sama belum tampak bagi kami adanya negara Islam yang dapat mendekatinya apalagi menyamainya dari segi kinerja dan prestasinya dari bidang bidang tersebut.  Dapatkah Bapak memberikan penjelasannya? Wassalam. (Mohammad Afdal Rezki, 18 Nopember 1999).  AHMAD: Seperti yang telah saya jelaskan diatas, bahwa prinsip masyarakat Protestan yang ada di Swedia tidak dijadikan dasar hukum. Yang ada adalah dasar hukum berdasarkan paham sekularisme. Kalaulah benar ada dasar-dasar hukum yang diambil dari ajaran Protestan di Swedia, maka sudah tampak cemerlang Agama Protestan di Swedia.  Justru yang nampak sekarang adalah kehidupan ajaran agama di Swedia tidak terlihat dalam kehidupan nyata. Umat Islam, yang hanya 3 % dari seluruh penduduk Swedia dan merupakan kelompok minoritas terus berusaha untuk membina aqidah Islam kepada diri sendiri, keluarga dan sesama muslim lainnya, walaupun setiap detik menghirup udara sekularisme dan menghadapi benteng orang-orang sekuler dengan kehidupan materinya, tetapi dengan tetap memohon petunjuk, bimbingan dan hidayah Allah, kaum muslim yang hidup dinegara-negara sekuler akan berhasil, Insya Allah.